Beberapa Teori Komunikasi Beserta Studi Kasusnya
1. SPEECH CODES THEORY
Contoh Penerapan dari Speech Codes Theory
sering kita jumpai, yakni untuk saya seorang mahasiswa, tentunya berada dalam satu forum dengan banyak mahasiswa lainnya yang berasal dari luar kota. Dalam komunitas ini saya melihat banyak sekali teman-teman yang membawa logatnya masing-masing. Walaupun demikian, mereka yang berasal dari luar kota selalu berusaha menyesuaikan logat mahasiswa lainnya dari kota yang mendominasi yakni kota asal kampus.
Adapun kelebihan dari Speech Codes Theory antara lain:
- Teori ini menuntun bagaimana cara bertindak dalam suatu komunitas
- Tidak memecah atas apa yang telah ada, melainkan menuntun untuk beradaptasi karena adanya speech codes
- Speech codes theory menghindari adanya anti pluralitas dalam masyarakat
Selain itu, kekurangan dari teori ini antara lain:
- Dalam penerapan Speech Codes Theory, dapat terjadi adanya perbedaan persepsi dan interpretasi
- Proses adaptasi yang fleksibel akan menciptakan pemahaman yang berbeda
- Miskonsepsi mengenai teori ini dapat menimbulkan kelompok yang menggeneralisasi suatu kelompok masyarakat, bahkan merendahkan kelompok lain.
2. SOCIAL PENETRATION THEORY
Teori penetrasi sosial, yang dikembangkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor, merupakan salah satu teori klasik dalam kajian komunikasi interpersonal. Penetration Theory disebut juga sebagai Teori Kupas Bawang. Teori ini menjelaskan bagaimana proses komunikasi dapat menciptakan ikatan dalam hubungan dari yang dangkal menjadi lebih intim atau mendalam. Teori ini tercipta dari penyingkapan jati diri sendiri, yang mana adalah suatu hal yang krusial untuk menciptakan kedekatan yang lebih jauh terhadap orang lain.
Analogi kupas bawang disini berarti kita harus mengupas satu-persatu lapisan yang ada dalam bawang untuk menggapai lapisan terdalamnya. Lapisan terluar adalah diri untuk publik, sedangkan lapisan terdalam adalah wilayah pribadi seseorang. Ini artinya, untuk menciptakan hubungan lebih dekat dengan orang lain kita harus saling menggali informasi melalui hubungan interpersonal yabg lebih dalam lagi.
Contoh Studi Kasus
Ketika pertama kali masuk ke tempat kerja yang baru, maka kamu cenderung berkomunikasi dengan teman paling dekat. Bahasa dan topik yang ditanyakan hanya sebatas siapa namanya dan berasal dari mana.
Namun setelah melalui proses pertemuan beberapa kali, dan sudah membangun komunikasi sedemikian rupa selama kurun waktu tersebut, maka secara perlahan kamu pun akan mulai terbuka dalam berbicara. Kamu pun juga jauh lebih mengenal rekan kerja kamu yang lainnya.
"Depenetrasi" adalah istilah yang berarti kemunduran yang mengarah pada penurunan keintiman dalam suatu hubungan.
Kritik terhadap Teori Penetrasi Sosial
Salah satu kritik utama terhadap teori ini adalah penyederhanaannya yang berlebihan terhadap hubungan antara pengungkapan diri dan kedekatan hubungan. Selain itu, teori penetrasi sosial juga belum didukung oleh data-data empiris yang utuh dan menyeluruh. Banyak generalisasi yang diambil tanpa mempertimbangkan keberagaman konteks dan individu. Ruang lingkup teori ini pun tergolong sempit, karena lebih menekankan pada aspek komunikasi verbal dan cenderung mengabaikan elemen-elemen lain seperti komunikasi nonverbal, peran lingkungan, serta dinamika kekuasaan dalam relasi. Keterbatasan ini membuat teori penetrasi sosial kurang mampu menjelaskan keseluruhan proses yang terjadi dalam hubungan interpersonal secara komprehensif. Lebih lanjut, teori ini juga tidak mempertimbangkan faktor gender dalam proses pengungkapan diri. Padahal, berbagai studi menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang berbeda dalam berkomunikasi dan membuka diri, yang dipengaruhi oleh konstruksi sosial serta norma budaya yang berlaku. Teori ini juga tidak cukup mengakomodasi dinamika psikologis yang terjadi, seperti penurunan sikap egosentris.
3. SPIRAL OF SILENCE
Teori ini ditemukan oleh Elisabeth Noelle-Neumann, seorang ahli ilmu politik dan komunikasi asal Jerman. Spiral of Silence menjelaskan bagaimana individu cenderung menyembunyikan pendapat atau pandangan mereka yang berbeda dengan mayoritas, terutama dalam konteks opini publik. Golongan yang diam cenderung mengisolasi diri, menarik diri dari orang sekitar, dan memilih tidak memberikan reaksi.
Berdasarkan konsep interaksi "Spiral" of Silence ini, opini publik adalah pendapat yang dapat disuarakan di depan umum tanpa takut akan sanksi dan yang dapat dijadikan dasar tindakan di depan umum. Menyuarakan pendapat yang berlawanan, atau bertindak di depan umum sesuai dengan itu, menimbulkan ancaman isolasi. Dengan kata lain, opini publik dapat digambarkan sebagai opini dominan yang memaksa kepatuhan sikap dan perilaku dengan cara mengancam individu yang tidak setuju dengan isolasi, politisi dengan kehilangan dukungan rakyat. Dengan demikian, peran aktif untuk memulai proses pembentukan opini publik disediakan bagi orang yang tidak membiarkan dirinya terancam dengan isolasi.
Contoh Studi Kasus
Dalam bermasyarakat, saat diminta untuk beropini akan hal tertentu Anda cenderung diam dan memilih untuk tak memberikan pendapat karena pendapat yang anda berbeda dengan warga lainnya. Anda enggan untuk menyampaikan pendapat karena adanya ketakutan akan dipinggirkan, dicemooh, ataupun diasingkan.
Kritik terhadap Spiral of Silence
Teori ini menekankan bahwa satu-satunya alasan orang memilih untuk diam adalah karena adanya ketakutan akan diisolasi atau dikucilkan. Padahal kenyataannya tidak semua orang tidak berpendapat karena takut diisolasi, melainkan ada faktor-faktor lain seperti tingkat pengetahuan, keyakinan pribadi, atau kepercayaan terhadap media tertentu juga dapat mendorong seseorang sepenting apakah ia perlu menyampaikan pendapatnya.
Komentar
Posting Komentar